Powered By Blogger

Pengikut

Kamis, 16 Juli 2009

KONFLIK SRILANKA-MACAN TAMIL

PENDAHULUAN

Sri Lanka termasuk salah satu negara multirasial. Kelompok Sinhala merupakan ras terbanyak, sedangkan orang-orang Tamil merupakan ras terbesar kedunia di negeri itu. Ras Sinhala hampir seluruhnya memeluk agama Budha dan jumlahnya 75 persen dari seluruh penduduk Sri Lanka yang berjumlah sekitar 18 juta jiwa. Sedangkan ras Tamil jumlahnya hanya 18 persen dan kebanyakan beragama Hindu.

Berdasarkan catatan sejarah, kedua ras itu sama-sama berasal dari India. Orang-orang Sinhala berasal dari India Utara, sedangkan orang-orang Tamil berasal dari India Selatan. Anehnya, walau kedua etnis itu sudah berabad-abad hidup bersama dalam sebuah pulau, mereka tetap mempertahankan identitasnya dan tidak berbaur dengan penduduk lainnya di negeri tersebut.[1]

Dalam perkembangannya, organisasi-organisasi yang berafiliasi Tamil berusaha untuk membentuk front gabungan Tamil. Pada tahun 1979, berhasil dibentuk Front Pembebasan Tamil Bersatu yang dengan tegas menuntut kemerdekaan Tamil di Sri Lanka, sehingga Sri Lanka menjadi panas.

Sengketa semakin bertambah ketika golongan Tamil pada bulan Juli 1983 melakukan pembalasan berdarah terhadap serangan yang dilancarkan oleh agen-agen Pemerintah terhadap orang-orang Tamil di Kolombo. Serangan-serangan itu tidak hanya dilakukan terhadap pos-pos pemerintah, tetapi dengan berani sekali mereka menghantam patroli militer yang dilakukan oleh Pemerintah Sri Lanka.

PERMASALAHAN

Sewaktu Sri Lanka memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 4 Februari 1948, belum ada gejala-gejala permusuhan di antara ras itu. Namun pada dekade pertama kemerdekaan Sri Lanka, perselisihan kedua ras tersebut di negara itu mulai menggejala. Masyarakat Tamil yang semula mempunyai hak yang sama dan menduduki jabatan tertinggi dalam pemerintahan dan dunia perdagangan, lambat-laun merasa diri mereka sebagai warga-negara kelas dua.

Tanda-tanda perselisihan orang Tamil itu semakin jelas setelah pemerintah menyatakan bahasa Sinhala sebagai satu-satunya bahasa resmi di negara itu (1956). Kemudian, orang-orang Tamil semakin dibatasi keterlibatannya dalam dunia pendidikan dan kesempatan kerja. Serentetan tindakan rasdiskriminasi itu memaksa orang-orang Tamil menurut otonomi regional di bagian utara dan timur negeri itu.
Perselisihan rasial semakin menganga setelah Pemerintah Sri Lanka memindahkan penduduk yang menurut orang-orang Tamil merupakan tempat leluhur mereka. Tindakan Pemerintah ini oleh orang-orang Tamil dianggap sebagai meremehkan mereka dan memperlakukan mereka sebagai warga negara kelas dua. Itulah kebijakan-kebijakan awal Pemerintah Sri Lanka yang memancing orang-orang Tamil menjadi penasaran.

PEMBAHASAN

Konflik terbuka antara orang-orang Sinhala dengan orang-orang Tamil pecah pada awal tahun 1980-an, yakni ketika puluhan orang meninggal dunia karena terjadinya perang antar kelompok masyarakat. Kemudian, beratus-ratus ribu orang Tamil melarikan diri ke Propinsi Jaffna di Utara yang mayoritas dihuni oleh orang-orang Tamil.
Sejak terjadinya kerusuhan itu, maka di Sri Lanka mulai timbul gejala-gejala konflik yang bersifat terorisme, seperti pembunuhan-pembunuhan serta perampasan. Di antara kelompok Tamil yang paling berpengaruh adalah Macan Tamil (Harimau Tamil) yang membentuk dirinya menjadi suatu gerakan bersenjata. Gerakan Macan Tamil inilah yang pertama kali melakukan gerilya kota dan memaklumkan perang rakyat terus menerus terhadap Pemerintah, yang disebutnya sebagai pemerintah Sinhala.

Serangan gerilyawan Tamil atas konvoi angkatan darat Sri Langka di samping merupakan contoh keberanian, tetapi juga sekaligus merupakan kenekatan mereka. Serangan yang sangat berani dilakukan beberapa kali disertai pembantaian-pembantaian membabi-buta terhadap penduduk sipil Sinhala.Melihat hebatnya gempuran-gempuran dari pihak gerilyawan Tamil, terutama dari kelompok Macan Tamil, maka Pemerintah Sri Lanka berkesimpulan bahwa sejak awal India bersimpati terhadap gerakan separatis itu, yakni dengan cara melatih mereka di negara bagian Tamil Nadu, India Selatan. Hal ini disebabkan, karena gerakan pertama gerilyawan Tamil itu membuat pihak keamanan Sri Lanka kedodoran dan hampir kehilangan kontrol.

Gerilyawan Macan Tamil mengebom pangkalan udara di dekat bandara internasional di selatan Kolombo, Srilanka, pukul 2 dinihari tadi. Dua orang tewas, 17 lainnya luka-luka akibat bom yang dijatuhkan menggunakan pesawat ringan yang berhasil menembus pertahanan pangkalan militer itu. Tak ada korban sipil dalam aksi ini. Bandara internasional,tak jauh dari sasaran luput dari serangan, namun segera ditutup oleh pemerintah untuk berjaga-jaga jika ada serangan lanjutan.
Kelompok Tamil telah menyatakan bertanggungjawab atas serangan itu. Mereka menyebut serangan dilakukan menggunakan dua pesawat ringan dan keduanya pulang ke pangkalan dengan selamat. "Itu kami lakukan untuk melindungi warga sipil Tamil dari pengeboman oleh Angkatan Udara Srilanka. Serangan berikutnya akan menyusul," demikian bunyi pernyataan mereka.

Pihak militer Srilanka menyebut serangan itu hanya membawa kerusakan kecil dan operasi perburuan mengejar para gerilyawan akan ditingkatkan.
Ini adalah serangan kedua setelah sebelumnya terjadi tahun 2001. Dalam serangan pertama, kelompok Tamil menggunakan pasukan bom bunuh diri. Saat itu, nyaris separuh armada pesawat penerbangan nasional Sri Lanka hancur.

Kelompok Tamil selama ini berjuang melawan pemerintah yang dikuasai kelompok Sinhala. Mereka menuntut kemerdekaan di kawasan selatan dan timur Srilanka. Sejak konflik ini, sedikitnya 64.000 orang tewas dan jutaan lainnya terpaksa mengungsi. Pertempuran berkecamuk antara pasukan Pemerintah Sri Lanka dan kaum gerilyawan Macan Tamil di sebuah kota pesisir di Sri Lanka timur laut, Kamis (3/8).

Tembakan artileri Macan Tamil dikabarkan menghantam sebuah sekolah dan menewaskan 10 warga sipil yang berlindung di sana. Pihak Departemen Pertahanan Sri Lanka mempersalahkan para gerilyawan atas meletusnya pertempuran artileri di kota Muttur. Sebaliknya, sebuah pernyataan yang dilansir di situs pro-Macan Tamil, TamilNet, menuduh justru pasukan pemerintah yang memprovokasi penembakan.

Menurut Departemen Pertahanan Sri Lanka, di samping 10 korban tewas, juga ada 20 hingga 30 korban luka-luka. Dalam pertempuran sehari sebelumnya, yang terjadi di kota pelabuhan Trincomalee dan Muttur, pasukan pemerintah berhasil menewaskan lebih dari 40 gerilyawan Tamil dan mencederai 70 orang lainnya. Kedua pihak sama-sama mengklaim berada dalam posisi unggul dalam kontak tembak yang terjadi. Akan tetapi, tak ada cara untuk memantau situasi di lapangan secara independen karena tertutupnya lokasi pertempuran bagi wartawan dan pihak asing lainnya.

Situs internet TamilNet juga mengutip beberapa penduduk setempat yang menyatakan, pertempuran sengit tengah berlangsung di Muttur. Di sana ratusan gerilyawan Macan Tamil yang bersenjata berat, sebelumnya telah mengambil alih pusat kota, mulai melakukan pengepungan atas empat kamp tentara Sri Lanka di daerah pinggiran. "Sejumlah penduduk berlindung di masjid-masjid dan gereja," demikian TamilNet.

Pemerintah Sri Lanka kemarin menuding sejumlah lembaga hak asasi manusia dan organisasi internasional menyokong kelompok gerilyawan Macan Pembebasan Tamil Eelam. Mereka menuduh lembaga-lembaga asing berniat memperpanjang perang sipil di negeri itu. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Sri Lanka Gotabhaya Rajapaksa.

"Mereka berlagak menjadi badan-badan kemanusiaan, lembaga bantuan, kebebasan media, kelompok hak asasi manusia," katanya, sebagaimana termuat dalam laman situs Departemen Pertahanan Sri Lanka. "Mereka sengaja membuat pertumpahan darah terus berlanjut di bumi Sri Lanka untuk mencari keuntungan bisnis.

Direktur Human Rights Watch Wilayah Asia Brad Adams mengatakan bahwa tudingan itu dilancarkan oleh Menteri Rajapaksa setelah Human Rights Watch menuduh militer Sri Lanka membombardir secara membabi-buta wilayah zona bebas perang di wilayah utara Sri Lanka, tempat pemberontak Macan Tamil bertahan. Dia menerima sejumlah laporan bahwa penduduk sipil terbunuh dan cedera setiap hari di zona bebas pertempuran itu. Tapi pemerintah Sri Lanka telah menanggapi keprihatinan internasional dengan amarah. Lebih lanjut, lembaga yang berbasis di New York, Amerika Serikat, tersebut mengatakan ada lebih dari 150 ribu warga sipil etnis Tamil yang terjebak.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan lebih dari 2.800 warga sipil diduga tewas terbunuh dan lebih dari 7.240 lainnya cedera dalam pertempuran yang berlangsung sejak 20 Januari lalu itu. Ketua Hak Asasi PBB Navi Pillay belum lama ini memperingatkan bahwa kedua pihak di dalam konflik tersebut bisa dituduh bersalah melakukan kejahatan perang.

Maklumlah, sebagaimana diungkapkan Human Rights Watch, Macan Tamil juga memakai warga sipil yang terjebak di sepanjang wilayah pantai sebagai benteng pertahanan gerilyawan Macan Tamil, yang kini tersudut oleh serangan besar militer. Adapun Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mendesak Kolombo menghentikan serangan.

Militer Sri Lanka menegaskan mereka telah mengizinkan lebih dari seribu warga sipil meninggalkan zona perang tersebut. Komite Palang Merah Internasional mengatakan pada Ahad lalu mereka telah mengungsikan 493 pasien beserta keluarga melalui laut dari Puttumattalan menuju Kota Pulmoddai di Sri Lanka timur laut.

Beberapa pengungsi lainnya dikabarkan berjalan kaki melewati hutan. Juru bicara Palang Merah, Sarasi Wijeratne, mengatakan pihaknya telah mengirim obat ke rumah sakit darurat di Puttumattalan, jauh di dalam wilayah yang dikuasai pemberontak, di mana puluhan ribu orang masih terperangkap akibat pertempuran.

Palang Merah mengklaim berhasil mengungsikan hampir 5.000 pasien beserta keluarga dari Puttumattalan untuk dirawat di daerah-daerah yang dikuasai pemerintah. Militer mengatakan telah membunuh dua pemimpin Macan Tamil. Namun, tak ada keterangan mengenai korban di pihak pasukan pemerintah.

Belum ada pula pernyataan segera mengenai hal itu dari Macan Tamil, yang diklaim Kolombo hampir kalah dalam perang puluhan tahun guna mendirikan negara Tamil merdeka. Laporan-laporan independen dari zona konflik hampir tidak bisa diperoleh karena sebagian besar wartawan, pekerja bantuan, dan pengamat internasional dilarang ke sana. Sejumlah analis mengatakan Macan Tamil semakin mendekati kekalahan dan perang akan segera berakhir. Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapaksa telah memperingatkan agar pemberontak Macan Tamil menyerah tanpa syarat atau dibunuh. Dia mengatakan bahwa mereka (Macan Tamil) harus mengizinkan warga sipil pergi dan kemudian menyerah tanpa syarat.

Lebih dari 70 ribu orang tewas dalam konflik separatis panjang di Sri Lanka itu sejak 1972. Sekitar 15 ribu pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnis berkepanjangan tersebut. Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang.

Kelompok etnis Tamil berkumpul di provinsi-provinsi utara dan timur, yang dikuasai Macan Tamil. Kelompok Macan Tamil masuk daftar teroris yang dikeluarkan Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, dan India. Penyebabnya, antara lain, kelompok gerilya itu melancarkan serangan-serangan bom bunuh diri selama perang saudara tersebut.

Lebih dari 150 ribu warga sipil terjebak di tengah-tengah zona bebas bentrokan senjata antara Angkatan Bersenjata Sri Lanka dan gerilyawan Macan Pembebasan Tamil Eelam. Satu per satu benteng Macan rontok digempur serdadu Sri Lanka. Macan kini kian terpojok di benteng pertahanan terakhir mereka di wilayah utara Sri Lanka.

Kelompok hak asasi manusia yang bermarkas di New York, Amerika Serikat, Human Rights Watch, menyebutkan, pengeboman membabi-buta yang dilakukan militer Sri Lanka terhadap gerilyawan Macan Tamil ikut menewaskan sejumlah penduduk sipil setiap hari di zona bebas perang tersebut. Meski demikian, menurut Direktur Human Rights Watch Brad Adams, Sri Lanka terus membantah adanya serangan-serangan itu. Sebaliknya. Macan Tamil tetap memakai warga sipil di sana sebagai tameng hidup dalam sejumlah pertempuran berdarah tersebut. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 2.800 warga sipil diduga telah

Setelah pemerintahan di Kolombo yakin sekali bahwa India membantu gerakan Tamil, maka semua kapal-kapal penangkap ikan India yang berada di sebelah utara perairan Sri Lanka dihantam oleh angkatan laut Sri Lanka. Akibatnya, angkatan laut kedua negara terlibat langsung dalam pertikaian itu. Baru setelah menawarkan jasa baik untuk melaksanakan gencatan senjata antara Pemerintah Sri Lanka dengan organisasi Tamil demi kesatuan Sri Lanka, maka keterlibatan India secara langsung dalam konflik itu terhenti. Bahkan akhirnya pasukan India pun ditarik mundur tanpa membawa hasil.
Dengan ditariknya pasukan India dari Sri Lanka, berarti bahwa pasukan Sri Lanka harus menghadapi sendiri gerilyawan Tamil. Konflik antara Pemerintah Sri Lanka dengan Macan Tamil ini diwarnai dengan gelombang perang dan gencatan senjata. Meskipun gencatan senjata disetujui, kaum gerilyawan secara sporadis menembaki asrama-asrama angkatan darat. Inilah yang menyebabkan sering gencatan senjata itu gagal dilaksanakan.
Setelah Pemerintah Sri Lanka mengerahkan kekuatannya untuk menggempur pasukan Macan Tamil secara besar-besaran, maka pertahanan Macan Tamil dapat dipatahkan. Namun Pemerintah belum berhasil menumpas seluruh kekuatan Macan Tamil. Hal inilah yang memungkinkan Pemerintah bertindak lebih keras dan makin diskriminatif.

Mudah-mudahan setelah pemberontakan Tamil dapat dipatahkan, pemerintah Sri Lanka tidak makin diskriminatif tapi justru makin sadar bahwa negerinya multirasial. Oleh karena itu pemerintah harus sadar pula bahwa kuncul penyelesaian konflik ada di pihaknya. Apabila pemerintah mau dan mampu memberikan keselamatan, hak dan aspirasi golongan minoritas di Sri Lanka, maka negeri itu dapat disatukan kembali. Namun, jika kelompok minoritas tidak mendapatkan perlindungan dan perhatian sebagaimana warga negara lainnya, maka Sri Lanka akan terus bergolak

Berikut adalah kronologinya:

1976:

Macan Pembebasan Tamil Eekam (LTTE) didirikan. Kelompok pembela etnis Tamil, yang minoritas di Sri Lanka, ini menuntut kemerdekaan.

1984-1986:
Gerilyawan Macan Tamil menangkap sejumlah pemimpin faksi yang menjadi rival dan membunuh mereka.

1987:
Pasukan Perdamaian India bentrok dengan gerilyawan Tamil setelah gagalnya sebuah upaya perdamaian.

1990:
Pasukan Perdamaian India meninggalkan Sri Lanka. Sulit tercipta perdamaian antara kedua pihak yang berseteru itu.

1991:
Macan Tamil membunuh Perdana Menteri India Rajiv Gandhi. Dunia gempar.

1993:
Presiden Sri Lanka Ranasinghe Premadasa dibunuh.

2002:
Macan Tamil menduduki dan menguasai wilayah utara Sri Lanka. Upaya perdamaian yang dicomblangi Norwegia kandas setelah Macan menolak berkompromi dan menuntut kemerdekaan penuh.

2004:
Seorang komandan gerilyawan macan Tamil, Kolonel Karuna, menyeberang ke pemerintah. Semua anak buah Karuna ikut membelot.

2005:
Macan Tamil mengimbau agar etnis Tamil memboikot pemilu yang dimenangi tokoh garis keras Mahinda Rajapaksa. Setahun kemudian (2006), Rajapaksa menyerukan perang total terhadap Macan Tamil. Lebih dari 70 ribu orang tewas terbunuh semenjak konflik senjata antara pemerintah dan Macan Tamil meletus pada 1983. [2]

KESIMPULAN

Bahwa sesungguhnya konflik yang terjadi Sri Lanka adalah merupakan suatu konflik rasial yang terjadi perselisihan suku. Antara suku Sinhala yang menjadi mayoritas di Negara tersebut yang juga menguasai pemerintahan dengan suku Tamil Eelam yang menjadi minoritas. Konflik ini sudah berlang sung selama bertahun-tahun dan belum ada titik temu. Program-program perdamaian yang di berikan pemerintah setempat maupun dari dunia internasional tidak berhasil dilaksanakan.

Norwegia menjadi penengah atau mediator untuk permaslahan yang terjadi di Sri Lanka tidak bisa berbuat apa-apa. Negara tersebut memberikan solusi bahwa kedua belah pihak harus melakukan gencatan senjata dan duduk bersama dalam suatu perundingan guna membahas konflik dan membicarakan penyelesaiannya. Akan tetapi hasilnya tidak memuaskan kedua belah pihak. Yang terjadi adalah masih adanya pertikaian antara gerombolan Macan Tamil dengan pihak Pemerintah.

Hal ini akan terus terjadi jika kedua belah pihak tidak segera mengakhiri pertikaian tersebut. Hal ini terjadi karena kedua belah pihak saling mengutamakan kepentingannya masing-masing dan tidak ingin saling bekerjasama. Harusnya pemerintah Sri Lanka dapat memahami permasalahan yang ada dan tidak melakukan diskriminatif terhadap golongan minoritas.



[1] http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=197516&actmenu=39

[2] http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/03/25/Internasional/krn.20090325.160529.id.html